Paradoks kurva cinta
Aku tak berkutik Aku berdiri tanpa kaki Aku bersandar tanpa bahu Aku tertawa tanpa tawa Aku diam tak berkata Bagaimana bisa aku melumpuhkan daya ingatku semua tentangmu masih saja terbayang bagai pisau belati menusuk kepenatan hati Kau cukup diam tak perlu menggunung dengan segala problema hati Nikmati saja jika kaca pecah tanpa dipecahkan Masih ingat dengan sajak kepahitan begitu banyak pilu yang ku torehkan kali ini aku tak ingin menumpahkan rindu bosan aku dengannya... saat aku menulis sajak ini aku membayangkan rupa rahwana Hari ini aku jadi shinta yang harganya membumbung tinggi tanpa mau dibeli biarkan rahwana mengejarku Aku akan tetap diam seberapa jauh ia menginginkanku Ambisi sekedar pelepas nafsu atau putihnya hati Rahwana mengapa aku seegois ini dalam memaknai mu? Prasangkamu memang benar aku bernafas dengan kemunafikan cinta Lepaskan genggamanmu, aku takkan mengangkat jengkal-jengkal langkahku Cukup tatap mataku bahwa ada lantunan melodi cinta